Rabu, 06 Agustus 2008

SECERCAH HARAPAN DARI INDUSTRI KOMPONEN KENDARAAN BERMOTOR

Analisis Media Indonesia, Senin 4 Agustus 2008

Dalam analisa (21/7) 2008 telah disampaikan bagaimana kondisi produk-produk industri otomotif domestik yang ternyata masih kalah bersaing dengan produk-produk serupa yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN lain.

Pada intinya, aspek terpenting dalam mencermati perkembangan industri otomotif nasional kembali pada bagaimana industri otomotif nasional yang telah ada hingga saat ini telah menjadi sebuah industri yang mampu berkembang secara efisien.

Harus disadari bahwa persoalan efisiensi adalah salah satu ukuran pokok yang dapat digunakan untuk memahami mengapa produk-produk otomotif Indonesia masih kurang kompetitif di pasar dunia. Bahkan pasar ASEAN sekalipun. Dalam konteks ini pula sebenarnya masalah produktivitas (tenaga kerja dan modal) menjadi bagian utama dalam mencermati keberadaan industri otomotif Indonesia saat ini.

Meski demikan, harapan akan pengembangan industri otomotif nasional bukannya telah tertutup. Diantara sektor yang masih cukup menjanjikan adalah industri komponen untuk kendaraan bermotor (HS 870870) dan radiator untuk kendaraan bermotor (HS870891). Produk-produk industri ini memang masih menjadi salah satu komoditas yang memiliki daya saing.

Berangkat dari kondisi dan kenyataan tersebut, maka dalam analisis kali ini akan disampaikan sebuah hasil penelitian awal mengenai salah satu bagian dari industri otomotif nasional, yaitu industri komponen kendaraan bermotor roda empat yang diantara produk-produk dihasilkannya termasuk keduanya. Dalam statistik industri besar dan sedang yang dipublikasikan oleh BPS, kode klasifikasi industri (KKI) 5 digit untuk jenis industri ini adalah 34300.

Model estimasi

Berangkat dari fungsi produksi Cobb – Douglas dalam studi-studi ekonomi mikro, studi ini menggunakan beberapa cara digunakan untuk menilai produktivitas tersebut, yaitu produktivitas marginal (marginal productivity). Produktivitas ini terdiri dari produk marginal dari tenaga kerja (marginal productivity of labor) yang gunanya untuk menunjukkan perubahan tingkat produktivitas tenaga kerja.

Selain itu juga dilihat produk marginal dari modal (marginal productivity of capital). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan perubahan produktivitas faktor modal dalam sistem proses produksi. Tingkat subtitusi teknis marginal (MRTS) yang secara teknis bisa menunjukan berapa modal dan buruh dapat saling diubah agar bisa diperoleh tingkat output yang sama.

Melalui model estimasi yang dibangun, studi ini juga bertujuan untuk melihat tingkat elastisitas dan skala ouput (return to scale) dari industri terkait. Melalui elastisitas atau tingkat kepekaan dapat menunjukan kepada kita bagaimana hubungan sebab akibat atau aksi reaksi apabila terjadi perubahan sebesar satu persen pada sebuah variabel terhadap variabel lain.

Dalam hal ini ialah seberapa besar perubahan yang terjadi pada ouput produksi apabila variabel tenaga kerja atau stok modal berubah sebesar 1%. Sementara skala output yang diukur melalui penjumlahan nilai koefisien elastisitas output dari modal dengan elastisitas output dari tenaga kerja memberikan gambaran kepada kita seberap besar output berubah bila jumlah faktor produksi terus ditambah atau dilipatgandakan.

Data yang digunakan dalam studi ini adalah data yang berasal dari statistik industri besar dan sedang yang dipublikasikan oleh BPS. Data yang digunakan juga berupa data deret waktu (time series) antara tahun 1991-2005 atau jumlah observasi sebanyak 15.

Modeling ini juga memasukan variabel boneka (dummy variable) krisis sejak tahun 1997. Hal ini terutama untuk melihat seberapa besar pengaruh krisis ekonomi 1997 terhadap perkembangan industri komponen kendaraan bermotor nasional.

Terkait dengan masalah ketenaga kerjaan, maka diharapkan melalui model estimasi ini dapat pula dilihat bagaimana tingkat pengeluaran untuk pekerja dari industri komponen tersebut berpengaruh pada tingkat output yang dihasilkan oleh industri tersebut.

Dalam statistik industri besar dan sedang, data pengeluaran untuk tenaga kerja terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen tersebut adalah upah dan gaji serta beberapa bentuk insentif lainnya seperti upah lembur, asuransi dan sebagainya.

Meski dalam data statistik ini juga dibedakan antara pekerja di sektor produksi dan non produksi, namun dalam studi ini digunakan data total jumlah pengeluaran dalam satu tahun. Hal ini dimaksudkan untuk melihat secara lebih luas apakah pendapatan yang diterima oleh masing-masing pekerja di seluruh bagian merupakan faktor penting dalam peningkatan ouput produksi.

Studi ini dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), yaitu membangun model-model estimasi persamaan simultan yang ditransformasi ke dalam logaritma natural.

Selain itu studi ini juga melakukan sejumlah pengujian validitas model yang umumnya seringkali terjadi pada penggunaan data deret waktu. Pengujian validitas model atau asumsi klasik, dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya autokorelasi yaitu adanya hubungan antara kesalahan-kesalahan dan multikolinearitas atau adanya hubungan antara variabel penjelas. Dengan demikian diharapkan akan dapat memenuhi syarat adanya Best Liniear Unbiased Estimator (BLUE).

Pengujian model ini dilakukan dengan membandingkan hasil uji Durbin-Watson dengan tabel yang ada untuk memastikan tidak adanya autokorelasi. Sementara pengujian multikolineritas dilakukan dengan melihat nilai toleransi (tolerance) yang diharapkan tidak kurang dari 0,1 dan variation inflation factor (VIF) yang nilainya tidak lebih dari 10,0 (Gujarati, Basic Econometric, 2003).

Hasil studi

Hasil estimasi yang ditunjukan dari model regresi yang dilakukan memperlihatkan bahwa variabel pengeluaran untuk tenaga kerja dan stok modal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi output yang dihasilkan dalam industri komponen dan perlengkapan kendaraan roda empat.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien regresi yang dihasilkan variabel pengeluaran untuk tenaga kerja tersebut sebesar 0.473. Hasil ini memperlihatkan bahwa tingkat elastisitas pada setiap penambahan 1% pengeluaran biaya tenaga kerja, akan menaikan output sebesar 47,3%.

Sedangkan untuk variabel stok modal hasil koefisien regresinya adalah sebesar 0,008, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada setiap kenaikan 1% stok modal akan meningkatkan output sebesar 0,8%.

Melalui hasil estimasi model tersebut juga memperlihatkan bahwa krisis yang terjadi di sejak tahun 1997 ternyata tidak berpengaruh pada industri ini. Hasil estimasi model ini juga menunjukan bahwa terjadi skala hasil yang naik (increasing return of scale) pada industri ini, dimana pada setiap penambahan 1% faktor produksi menyebabkan output bertambah sebesar 48,1%.

Secara umum model ini sendiri memiliki kemampuan untuk menjelaskan varibel output yang dihasilkan dalam industri kendaraan roda empat hingga 82,8% yang ditunjukan dari hasil uji koefisien diterminasi (Adjusted R-Square). Sehingga dapat dikatakan bahwa 82,8% perubahan nilai output dipengaruhi oleh variabel tenaga kerja dan stok modal, sedangkan sisanya yaitu sebesar 17,2% oleh faktor lainnya.

Sedangkan hasil uji F yang menunjukan bahw tingkat signifikasi model adalah 0% (0,000) atau masih berada dibawah batas pengujian 5% pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dilihat dari hasil uji Durbin-Watson dengan dan membandingkan dengan tabel yang ada untuk memastikan tidak adanya autokorelasi. Hasil uji DW memperlihatkan sebesar 2,048. Tingkat ini masih berada di atas batas tabel durbin-watson pada tingkat signifikasi 0,05.

Begitu pula dengan hasil pengujian multikolineritas dengan melihat nilai toleransi (tolerance) dan variation inflation factor (VIF), pada masing masing variabel juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat pelanggaran asumsi terhadap model estimasi yang digunakan.

Harapan

Berangkat dari hasil studi tersebut, sebenanrnya dapat dikatakan bahwa di tengah kondisi sektor industri manufaktur yang kini terus terancam akibat berbagai masalah seperti kekurangan pasokan listrik dan tingginya harga BBM, sektor industri komponen kendaraan bermotor masih memberikan harapan baru bagi Indonesia.

Persoalan perburuhan yang selama ini seringkali dinilai sebagai salah satu faktor yang menghambat masuknya investasi ternyata tidak berlaku di dalam industri komponen kendaraan bermotor nasional. Faktor biaya produksi untuk tenaga kerja terbukti bukan menjadi aspek penghambat peningkatan produktivitas dan output industri ini. Sebaliknya, dengan statusnya yang lebih cenderung pada industri pada karya, peningkatan pendapatan bagi pekerja ustru mampu menjadi pemicu meningkatnya output produksi.

Tinggal kini bagaimana industri-industri ini mampu mempertahankan dan meningkatkan terus kinerjanya dan menjadikannya salah satu produk unggulan ekspor Indonesia. Sedangkan bagi pemerintah hal tersebut merupakan sebuah tantangan untuk bisa terus menghapus ekonmi biaya tinggi yang bukan tidak mungkin menjadi salah satu penghalang industri ini dalam mengembangkan dirinya. (Nugroho Pratomo/ Peneliti Litbang Media Group, INRISE dan staf pengajar tidak tetap Departemen Ilmu Politik Fisip UI)